Selamat datang di gubug Inspirasi Coffee. Blog ini dikelola oleh penulis sejak September 2008. Sampai sekarang, api semangat menulis masih menyala terang, menarikan pena melukiskan cerita kehidupan. Hak cipta dilindungi oleh Allah Azza wa Jalla.
Selamat Membaca ^_^
Tampilkan postingan dengan label renungan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label renungan. Tampilkan semua postingan

Selasa, 16 Oktober 2012

0 Nasihat Tentang Ikhlas

"Menjaga keikhalasan itu telah tertulis keniscayaannya. Di antara caranya memang dengan menyembunyikan amal shalih yang kita lakukan. Di antara kiatnya memang dengan merahasiakan hal-hal yang rawan melahirkan pujian."

-Nasihat dalam buku Dalam Dekapan Ukhuwah yang saya baca tadi malam-
Seperti biasa setiap selesai sholat wajib, di masjid yang berlokasi tak jauh dari kantor biasa dibacakan beberapa nasihat yang bersumber dari AlQuran dan Hadits. Ketika itu saya tidak terlalu hafal dengan seluruh nasihat yang dibacakan. Tapi saya bisa menarik kesimpulan darinya, bahwa akan datang suatu zaman dimana manusia berlomba berharap kepada ridho manusia daripada keridhoan Allah. Manusia akan berusaha mendapatkan perhatian dan pujian atas kebaikan yang mereka lakukan bukan semata-mata untuk Allah azza wa jalla. Entah kenapa ini nasihat langsung jleb banget di hati saya. Ayyoo Fifin saatnya untuk kembali menata hati dan meluruskan niat.

Beberapa hari yang lalu, seorang ustadz yang cukup aktif berdakwah lewat twitter @syarifbaraja memberikan nasihat (yang dikutip dari Ibnu Hajar) bahwa menyembunyikan amal shaleh lebih baik daripada menyiarkannya, kecuali ada kepentingan yang jelas.



Sebenarnya menampakkan amal dengan berharap bahwa orang lain mengikuti adalah boleh. Toh semua dilihat dari niat individunya bukan, Allah yang akan menilainya. Tetapi kita sendiri yang tahu kapasitas kita. Kita ini sudah menjadi panutan apa belum. Boro-boro orang lain tersentuh dan berubah dengan melihat amal kita, kita sudah lebih dulu ujub dan bangga diri. Karena bagaimanapun, kita tentu tak ingin seperti lilin, mampu menerangi sekitar, tapi diri sendiri habis dilalap api.

Allah dan Rasul-Nya yang lebih berhak untuk mereka cari keridhoan-Nya (QS 9:61)

*sebuah nasihat diri.

Rabu, 12 September 2012

10 Sahabat Sejati Itu

Orang bilang sahabat itu bukan teman, dan teman juga bukan pula sahabat. Keduanya sejatinya berbeda. Sahabat memiliki tingkat kedekatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan sekedar teman. Teman belum tentu mengenal hati kita, namun sahabat justru sudah mengisi sudut-sudut ruang di hati kita. Ketika terkadang teman justru menjauh ketika kita meminta pertolongan dengan mengatakan "sorry bro, hari aku agak sibuk, moga masalahnya cepat kelar yah". Namun di saat yang lain sahabat justru akan mendekat dengan mengatakan "Masalah loe apa sih bro, InsyaAllah gw bantu deh. Apa sih yang nggak buat loe! ^_^". Begitulah sahabat, ketika jalinan persaudaraan sudah mengakar kuat, maka apa yang menjadi kepentingan saudaranya akan menjadi kepentingannya pula.

Namanya pergaulan, tak jarang perselisihan dan perbedaan pendapat diantara dua sahabat kerap terjadi. Jadi ingat saya beberapa kali terlihat perselisihan dengan sahabat karib. Sungguh sangat menyakitkan ketika ada seorang sahabat yang mengatakan sesuatu yang mengecewakan kepada kita. Dan ketika pada saat yang sama, hati ini mengenang saat-saat kebersamaan dan keceriaan dengannya. Sedih, rasanya mata ini sudah panas menahan air mata untuk tidak tumpah. Rasanya pilu dan bertanya-tanya, kenapa terjadi hal seperti ini. Beginilah sahabat, tak hanya melibatkan akal dan pikiran, namun juga hati dan perasaan yang terdalam.

persaudaraan ukhuwah

Baginda Nabi Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam tidak mendefinisikan orang-orang yang berada di sekelilingnya dengan panggilan guru dan murid, tetapi sahabat. Sungguh persahabatan yang paling mulia adalah persahabatan yang didasarkan pada cintanya kepada Allah Azza wa Jalla. Rosulullah bersabda dalam riwayat Al Bukhari, Abu Dawud, Ibnu Hibban dan Al Hakim bahwa, "Tidaklah dua orang saling mencintai karena Allah, kecuali yang paling besar cintanya diantara keduanya adalah yang lebih mulia.". Sahabat sejati itu adalah sahabat yang dipersatukan oleh Allah dalam bingkai iman dan ukhuwah.

Ah, benar-benar buku yang beberapa hari menjadi santapan baca selepas isya ini meracuni setiap tulisan-tulisan saya. Ketika buku ini membahas mengenai bagaimana persahabatan dan persaudaraan yang mulia pada generasi sahabat, maka tulisan di blog inipun membahas yang sedemikian rupa. Yah, karena hal-hal seperti itulah yang di pagi nan cerah ini muncul dan meronta-ronta ingin keluar untuk dituliskan.

Senin, 10 September 2012

2 Tentang Kepedulian dan Perhatian

Satu hari kemarin benar-benar telah menjadi hari yang istimewa bagi saya. Di beberapa sosial media saya terima beberapa ucapan selamat ulang tahun dan doa dari mereka yang peduli dan mengakui keberadaan saya. Namun bukan berarti yang tidak memberikan ucapan, menjadi berada di posisi sebaliknya. Saya tidak bermaksud seperti itu. Memangnya siapa saya! gila banget dengan ucapan seperti itu! he he. Saya hanya ingin sekedar mengucapkan terima kasih jazakumullah khairan katsira kepada mereka yang sudi meluangkan waktu beberapa detik untuk mengetikkan kata yang telah sedikit banyak membuat hati ini berbinar.

Masih pada tema tentang kepedulian, pagi tadi saya menyempatkan diri membaca majalah Tarbawi yang membahas tentang pergumulan batin seorang anak yang ditinggalkan oleh orang tua kandungnya. Sungguh tidak mudah berada pada posisi dimana kita diasuh oleh orang yang tidak mengalirkan darah di dalam badan kita. Dibesarkan oleh orang lain yang masih memiliki kepedulian kepada kita, sedikit banyak membuat batin kita akhirnya bertanya. Kemana orang tua saya? Dimana kepedulian mereka terhadap anaknya sendiri? Dan cerita-cerita haru tersebut dengan sangat baik dikemas oleh Tarbawi menjadi sebuah kisah-kisah menggugah hati yang kadang memaksa batin tergetir. Yah semua ini tentang kepedulian.

kepedulian


Ketika seorang anak dilahirkan oleh orang tuanya, kemudian karena alasan tertentu mereka tidak sanggup merawat dan kemudian dititipkan ke orang lain, sejatinya itu merupakan jalan yang sudah Allah pilih untuk anak tersebut jalani. Anak tersebut diberi kesempatan untuk diuji lebih daripada orang lain. Ada suatu waktu dimana seorang insan musti menjalani ujian lebih dibandingkan orang lain, itu sejatinya bertujuan supaya ada orang lainnya lagi yang peduli kepada anak tersebut. Jika semua orang hidup didunia ini selalu pasti hidup dengan orang tua kandungnya, maka sudah pasti orang hidup akan semakin egois. Semua diciptakan oleh Allah untuk saling peduli.

Hal senada juga dengan masalah rejeki. Ada orang yang memang diberi rejeki lebih oleh Allah, ada pula orang yang diberi sedikit limpahan rejeki. Ini bukan berarti yang diberi sedikit rejeki tidak lebih dicintai oleh Allah dibandingkan mereka yang melimpah rejekinya. Tidaklah ini dibuat supaya orang-orang menjadi saling mencintai dan saling menghormati. Orang kaya mencintai dan merasa senang bisa membantu orang miskin. Sedangkan orang miskin mencintai orang kaya karena telah menolongnya. Sungguh tiada kesia-sian Allah menciptakan ini semua.

Ah, seringkali tulisan saya dipagi hari, terpengaruhi oleh peristiwa atau kejadian beberapa waktu sebelumnya. Seperti halnya pagi ini, tema ini saya angkat setelah membaca majalah Tarbawi yang membahas tentang anak yang ditinggal oleh orang tuanya. Jadi memang benar, sedikit banyak apa yang kita tulis itu bisa dilihat dari latar belakang kejadian yang menimpa kita atau kita alami sebelumnya.

Sabtu, 08 September 2012

8 Debat, Memenangkan Argumen atau Hati?

Sungguh amat terpatri di dalam hati ini, apa yang telah saya baca dari sebuah buku keren karya Salim A Fillah berjudul Dalam Dekapan Ukhuwah tadi malam dan juga selepas sholat subuh tadi pagi. Nasihat-nasihat sederhana yang dicuplik dari pengalaman-pengalaman para sahabat di jaman Rosulullah ataupun generasi mulia setelahnya telah menghujam tepat langsung ke hati saya. Pada tulisan kali ini, saya belum ingin mengupas secara mendalam dan komprehensif mengenai resensi buku bestseller yang satu ini. Hanya, kali ini saya ingin mengambil sekelumit kalimat-kalimat yang indah nan inspiratif, pun juga nasihat-nasihat kebaikan yang sayang jika tidak ikut saya prasastikan dalam blog inspirasi ini ^_^.

dalam dekapan ukhuwah


Dalam sebuah jaman dengan sosial media sebagai jantung interaksi dengan sesama, maka tidak bisa dipungkiri bahwa dunia terasa kian menyempit menjadi lebih rapat dan saling mendekat. Orang yang berada disebuah kamar sendirian-pun bisa merasa layaknya orator yang piawai di atas sebuah podium dengan puluhan hadirin menyimak didepannya. Maka tak jarang, dengan interaksi yang kian sering ini, bisa berujung kepada sebuah situasi dimana kita terpaksa menghadapi orang-orang yang akan tidak setuju dengan pendapat kita. Itu sebuah hal yang sangat lumrah, namun akan menjadi kian pelik jika berujung kepada sebuah debat yang tersisipi hawa nafsu membara. Namun sejatinya jika kita memahami dengan benar, ini merupakan kondisi yang baik, bahwa akan lebih baik orang yang keluar rumah (berinteraksi sosial) kemudian bersabar terhadap segala cobaan yang dihadapinya, daripada orang yang berdiam diri di rumah menghindar dari keburukan interaksi dengan sesama. Di jaman sosial media seperti ini, interaksi seperti ini sedikit banyak terwakili di dalam dunia maya.

Dulu saya pernah memiliki seorang sahabat yang lumayan dekat. Sering kali kita bertukar pikiran tentang suatu hal. Hingga pada suatu ketika, kita memilih jalan pemikiran yang sedikit berlainan (kalau tidak mau disebut bertolak belakang). Seringkali interaksi dan pembicaraan kita berujung kepada sebuah perdebatan yang tiada ujung. Semua ingin memenangkan hujjah masing-masing. Dalam kondisi seperti itu, nafsu sudah semakin susah untuk dikendalikan. Hingga akhirnya persahabatan kita sedikit banyak runyam juga akibat debat-debat karena perbedaan pemikiran seperti ini.
Dalam benturan kita dengan sesama akan selalu ada pilihan apakah ingin memenangkan kebenaran atau ingin memenangkan hati. Jiwa tak akan pernah takluk hanya dengan hujjah. Hawa nafsu sulit tunduk hanya dengan argumentasi. Tapi ketika hati sudah tersentuh dengan kemuliaan akhlak, tanpa ditunjuki sebuah kebenaran maka dia akan mencari hujjahnya sendiri untuk menginsyafi kebenaran.

Dalam dakwah dalam penyampaian kebenaran, debat memang menjadi salah satu jalan yang disebutkan oleh Allah. Tapi dia diletakkan di akhir, sebuah cara yang digunakan ketika tidak ada pilihan yang lain. Itupun dengan syarat yakni dengan cara yang ahsan.



Sejenak menekuri sabda baginda Nabi dalam sebuah riwayat Abu Dawud, “Aku menjaminkan sebuah rumah di tengah-tengah surga untuk orang yang menahan diri dari debat, meski dia benar.

Sejenak kita menilik sebuah contoh pertengkaran suami dan istri. Sedikit banyak salah satu dari mereka pasti akan mengalah meskipun sejatinya dia berada dalam kondisi kebenaran. Ini semata-mata dilakukan karena ia ingin menjaga hubungan yang harmonis dengan istri atau suaminya. Dia memilih harmonisnya hubungan daripada kebenaran yang berujung perceraian. Maka sekarang layak kita bertanya, apakah kita ingin memenangkan kebenaran berlabel debat bin ngotot, atau memenangkan hati dengan kemuliaan akhlak untuk lebih membuka peluang dia tertunjukkan kebenaran dengan sendirinya?.

Sungguh sekaranglah saatnya kita berpacu dalam bingkai kebaikan, dalam dekapan ukhuwah ^_^.

Rabu, 18 April 2012

3 Doa yang Terlupakan

Keringat mengucur deras dari seluruh badan, setelah sebelumnya sore itu saya bermain tenis meja tiga set dengan rekan sekantor. Permainan kali ini agak beresiko buat saya, karena memang sudah beberapa bulan ini jarang sekali saya olahraga dengan bermain pingpong. Apalagi jika tanpa didahului dengan pemanasan. Alhasil sudah bisa ditebak, besoknya badan saya pegal-pegal dan meriang. Kepala sedikit pusing dan rasanya seperti masuk angin. Sungguh ketika badan kita dalam kondisi sangat lemah, betapa kita sangat mensyukuri nikmatnya hidup sehat. Kuat dalam mengerjakan apa saja, baik ibadah, pekerjaan dan muamalah.

Namun, hadist berikut yang dikisahkan dari Shuhaib r.a cukup sukses menenangkan hati saya.
Dari Shuhaib r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Sungguh ajaib urusan orang mukmin itu, sesungguhnya segala urusannya baik baginya. Dan itu tidak ada kecuali bagi mukmin. Jika ia mendapatkan kesenangan, ia bersyukur, dan itu menjadi kebaikan baginya. Dan jika ia ditimpa musibah/bencana, ia bersabar dan itu menjadi kebaikan baginya.” (Muslim no. 2999).

Bisa jadi sakit yang kita alami sebagai kafarat atau penghapus dosa dan kesalahan kita.
''Tidaklah menimpa seorang mukmin satu kepayahan pun, tidak pula sakit yang terus-menerus, tidak pula kecemasan, kesedihan, gangguan, dan tidak pula kesusahan sampai-sampai duri yang menusuknya, kecuali dengan semua itu Allah akan menghapuskan kesalahan-kesalahannya. '' (HR Bukhari dan Muslim).

Seringkali dalam keadaan sakit saya berpikir tentang mati. Ah sudah siapkah diri ini jika dijemput malaikat Izrail sekarang? Ah.. soal mati itu bukan selalu masalah tentang sakit, betapa banyak orang sehat yang tiba-tiba meninggal begitu saja. Tanpa harus didahului dengan penyakit.



KIta seringkali berdoa supaya dipanjangkan usia, apalagi doa-doa yang dipanjatkan ketika pesta peringatan ulang tahun. Tapi kita seringkali lupa untuk berdoa supaya jasad ini dimatikan dalam keadaan terbaik, khusnul khotimah. Sungguh inilah doa yang seringkali kita lupakan. Sekarang orang banyak berlomba untuk menjaga kesehatan namun dengan niat yang sungguh keliru. Niat sehat untuk dipanjangkan usia supaya bisa menikmati dunia fana ini lebih lama. Padahal seharusnya niat hidup sehat itu sejatinya musti dilakukan supaya kita kuat dalam beribadah, kuat dalam mencari maisyah/penghasilan untuk keluarga, dan juga kuat untuk hidup bermuamalah. Karena dengan sehat, sejatinya kita akan lebih banyak memiliki kesempatan melakukan amal kebaikan. Wallahualam.

Rabu, 28 Maret 2012

6 Sederhana di Dunia, Panjang Urusan di Akherat

Ketika sudah capek membincang dan gerah memelototi TL tweetland yang isinya tentang demo kenaikan BBM dan arogansi aparat keamanan menghadapi demo anarki mahasiswa, kali ini saya ingin sekali membincang hal lain yang berbeda. Bukannya tidak mendukung demo kenaikan BBM, tapi lebih ke usaha cooling down sejenak mencoba menjaga hati biar tidak panas apalagi keruh.

Beberapa waktu yang lalu saya terkejut mendengar kabar dari istri bahwa ada beberapa teman yang menikah namun ternyata itu merupakan dalih untuk menutupi aib si mempelai wanita yang sudah hamil duluan. Sebuah fenomena yang sudah tak asing lagi menerpa kehidupan kita sekarang ini. Fenomena yang sudah dianggap biasa oleh sebagian masyarakat, bahkan di daerah pedesaan sekalipun.

Menikahkan mempelai pelaku perzinahan ini cukup banyak menimbulkan keresahan tersendiri di kalangan masyarakat. Terlebih lagi masyarakat semakin dibuat resah dengan keputusan MK Nomor 46/PUU-VIII/2010 tentang pengujian UU Nomor 1 Tahun 1774 tentang Perkawinan. Dalam putusan itu kurang lebih isinya mengisaratkan bahwa kedudukan anak hasil zina dijadikan sama dengan kedudukan anak yang lahir dari hubungan perkawinan yang sah, baik dari segi kewajiban dan perolehan nafkah, terutama hak waris. Sebuah keputusan yang sangat berbahaya. Sama saja artinya negara berpenduduk muslim terbesar di dunia ini sudah melegalkan perzinahan.

Sesungguhnya dalam syariat Islam pasangan pezina tidak boleh menikah sampai si anak dilahirkan. Karena jelas anak hasil zina akan mengikuti nasab sang ibu.
Nabi saw bersabda tentang anak hasil zina: “Bagi keluarga ibunya ...” (HR. Abu Dawud)

Dalam hadits yang lain disebutkan bahwa anak hasil zina adalah anak dari suami dari perempuan yang melahirkannya (bukan anak dari laki-laki pezina).
"Dari ‘Amr ibn Syu’aib ra dari ayahnya dari kakeknya ia berkata: seseorang berkata: Ya rasulallah, sesungguhnya si fulan itu anak saya, saya menzinai ibunya ketika masih masa jahiliyyah, rasulullah saw pun bersabda: “tidak ada pengakuan anak dalam Islam, telah lewat urusan di masa jahiliyyah. Anak itu adalah bagi pemilik kasur/suami dari perempuan yang melahirkan (firasy) dan bagi pezina adalah batu (dihukum)” (HR. Abu Dawud)

Sungguh merinding saya membicarakan efek dari perzinahan ini. Betapa banyak di zaman sekarang ini, perbuatan zina dianggap biasa. Banyak orang menganggap jika ada perempuan hamil korban zina, kemudian dinikahkan maka kemudian 'urusan' dianggap selesai begitu saja. Sungguh sederhana di dunia, panjang urusannya di akherat.

Jadi ingat kejadian ketika saya masih kuliah di Surabaya. Waktu itu saya nge-kost di sebuah tempat kost yang cukup bebas. Cewek bisa masuk keluar kamar tak ada batasan. Bahkan seringkali saya melihat ada cewek berjilbab masuk kamar, pintu di tutup, satu jam kemudian baru keluar. Naudzubillah. Ngapain aja di dalam? kalau ndak ada apa-apa kenapa musti ditutup pintunya? bukankah salah satu ciri perbuatan dosa itu adalah takut diketahui orang lain. Kalau memang mereka sudah suami istri, kenapa tidak hidup serumah saja?. Saya yang saat itu masih cukup junior, tak berani protes apalagi galak mengusir.

Ada juga pengalaman ketika saya hidup di kota Bandung. Ketika itu ada teman salah satu kost yang membawa cewek. Sejenak kemudian pintu di tutup. Saya pun gerah, tak enak ngapain aja. Saya merasa cukup senior di tempat kost ini. Karena merasa mampu, akhirnya ku ketok pintu kamar tadi, dan setelah pintu dibuka kulihat si cewek mencoba membetulkan jilbab. Sekali lagi naudzubillah. Saya mengatakan :
Ini mbak nya keluarga apa bukan? kalau bukan keluarga lebih nyaman kalau pintunya dibuka saja, jadi tidak terkesan macam macam.

Sejenak kemudian si perempuan pergi meninggalkan TKP, nggak nyaman dengan sikap tegasku mungkin :).

Saat ini melakukan zina sangatlah gampang, apalagi di kota-kota besar. Modus kost-kostan, warnet, rumah kosong, kebuh sunyi. Hanya bisa berdoa, semoga kita selalu dibekali iman yang kuat untuk menghadapi tantangan syahwat ini. Kalau tidak ingin panjang urusannya di akherat nanti. Kalau kita berada di negara dengan hukum islam tegak, sudah pasti kita bakal dirajam memakai batu.
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk “ (QS. Al-Isra : 32).

Dalam Hadist lain juga diriwayatkan :
Dari Abi Marzuq ra ia berkata: Kami bersama Ruwaifi’ ibn Tsabit berperang di Jarbah, sebuah desa di daerah Maghrib, lantas ia berpidato: “Wahai manusia, saya sampaikan apa yang saya dengar dari rasulullah saw pada saat perang Hunain seraya berliau bersabda: “Tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya menyirampan air (mani)nya ke tanaman orang lain (berzina)’ (HR Ahmad dan Abu Dawud)

Kamis, 15 Maret 2012

4 Di Atas Papan Motif Kotak

Sebelumnya ingin minta maaf jika postingan saya kali ini cukup berat, dan mungkin akan menimbulkan perdebatan. Tapi beginilah suasana hati saya pagi ini. Ide yang keluar adalah apa yang saya posting di bawah ini, tak mendapatkan ide lain pagi ini :) . Ikan yang saya bahas kemarin rupanya dapatnya ikan paus di postingan ini, ikan mujaer-nya tidak ketemu. Jadi terpaksa deh posting ide ini. Yah.. selang-seling deh, kadang topik ringan (seringkali), dan kadang topik yang berat (sekali-kali) :) .

* * *
Mataku mendelik tajam ke sebuah papan berbentuk persegi dengan corak kotak-kotak persegi kecil 8x8 itu. Sementara otakku sibuk berpikir menyiapkan strategi jurus apa yang akan aku lancarkan pada giliran berikutnya. Sementara di depanku duduk termenung kawanku yang sedang berpeluh menatap papan hitam putih itu. Kali ini gilirannya. Namun sudah satu menit berlalu, dia masih saja menatap kosong papan itu. Aku hanya bisa menebak, strategi apa yang dia rencanakan kali ini. Omong kosong dengan aturan internasional yang mensyaratkan waktu untuk berpikir sebelum habis gilirannya. Bagi kami, intinya adalah gertakan. Yah, bilang saja "Hayoo..kawan! ah lama banget mikirnya!. Semua bakal berjalan dengan lancar. Kalau-kalaupun tidak berjalan dengan lancar, paling-paling papan kotak-kotak bermotif hitam putih dengan puluhan bidak itu terbalik atau paling sial berhamburan disertai dengan alasan yang tak dapat di terima , 'sudah ah.. capek, mau makan dulu!'.

Yah siang ini semua jam mata pelajaran sudah selesai. Sebagai salah satu siswa yang cukup aktif dengan kegiatan extrakurikuler, aku tak langsung pulang ke rumah (atau lebih tepatnya ke kost). Jam setengah 2 nanti ada rapat pramuka untuk membahas salah satu program kerja andalan dalam kepengurusan kami setahun ini. Selesai sholat dhuhur rupanya masih cukup banyak waktu untuk menunggu rapat pramuka dimulai. Bukannya melanjutkan dengan baca buku atau tilawah Al Quran, eh aku dan salah seorang temanku malah bersepakat nakal untuk bermain catur barang sekali putaran saja.

Di dekat gerbang keluar masuk sekolahku ada markas satpam yang di dalamnya ada papan catur yang biasa digunakan satpam untuk membunuh waktu. Dengan sedikit rayuan, akhirnya satpam itu membiarkan kami meminjam papan catur itu. Setelah mengucapkan terima kasih sambil melemparkan senyum simpul, dalam hitungan beberapa detik papan catur itu sudah berdiri 16 bidak yang sudah siap dimainkan.


Ilustrasi main catur oleh tetanggaku di desa



Ketika kami tengah asik fokus dengan pertarungan strategi bidak catur ini, tiba-tiba ada seorang teman kami yang terkenal aktif di rohis sekolah menyapa kami. Intinya dengan tegas dia mengatakan kepada kami kalau permainan catur itu dilarang dalam islam. Saat itu aku terhentak seketika tak mengerti, sambil berpikir 'masak sih?, kok aku baru mendengarnya ya?'. Memang sih, saat-saat SMU adalah saat-saat dengan ghirah keislaman yang super tinggi. Nanti puncaknya ketika sudah menjadi mahasiswa. Makanya, biasanya kata-kata yang keluar adalah ini boleh, ini ndak boleh, atau ini haram, ini halal. Padahal di dalam hati itu ada sebongkah niat, yang kita tidak tahu dalamnya seperti apa. Dan ketika teman saya itu berkata ini di larang dalam islam, artinya kan hukumnya haram.

* * *

Sejak saat itu saya menjadi terkesan menghindari permainan ini. Meski saya tidak bersepakat dengan kalimat peng-haram-annya, tapi saya cukup bersepakat dengan lahwun wa la’ibun (sesuatu yang melalaikan). Banyak hadist yang meriwayatkan tentang catur ini. Namun semua hadits yang menyatakan tentang catur dikatakan oleh Ibnu Katsir sebagai hadits yang tidak shahih sama sekali. Hal ini didukung oleh fakta masa lalu bahwa permainan catur baru ada pada zaman sahabat (zaman nabi belum ada). Untuk lebih jelasnya bisa dibaca di referensi yang saya kasih di link paling bawah. Saya kurang ilmu untuk menjelaskan disini.

Dengan membaca uraian hadist dan pembahasan panjang lebar ust Farid Nu'man, bisa diambil kesimpulan bahwa catur itu bisa saja mirip dengan apa saja yang melalaikan. Tapi bukan menjadi justifikasi bahwa main catur itu haram!. Catur bisa saja seperti mengelola blog. Misal ketika waktu sholat sudah tiba, kemudian kita masih saja terbuai dengan membuat tulisan blog atau memodifikasi blog, maka pekerjaan ini menjadi terlarang karena telah melalaikan :). Jika main catur dengan kondisi tertentu yang dia tidak melalaikan (wah contohnya apa ya?), maka ya ndak papa :). Kalau kalau kita menyebut istilah 'melalaikan', maka kata ini menjadi sangat luas. Main PS bisa melalaikan, rekreasi bisa saja juga melalaikan, atau main game Age Of Empires bisa juga melalaikan.

Hanya sebuah coretan dari diri hina yang kurang ilmu ini. Halal haram itu dari Allah dan disampaikan sangat jelas oleh Rosulullah. Jika tidak ada di dalam Alquran dan riwayat hadits yang shahih, maka tidak selayaknya kita mengatakan ini halal, ini haram. Wallahu A’lam.

-Cerita diambil dari pengalaman nyataku waktu masih tingkat SMU dengan beberapa tambahan/modifikasi cerita. Tapi esensi makna tetap dipertahankan.

Senin, 12 Maret 2012

6 Nasihat Syekh Ali : Antara Adzan dan Sholat

KIra-kira dua tahun yang lalu, ada sebuah acara di televisi yang selalu menarik perhatian saya. Acara itu bertajuk 'Indonesia Menghafal Al Quran'. Acara tersebut ditayangkan di TPI (sekarang MNC TV) setiap hari Minggu siang (jam 13.00 WIB) yang dibawakan oleh ustadz kondang Yusuf Mansyur. Dari judulnya saja acara ini sebenarnya sudah sangat menarik dan menginspirasi. Indonesia Menghafal Al Quran, artinya mangajak dan memprovokasi seluruh bangsa Indonesia yang mengaku muslim untuk menghafal Al Quran. Sebuah acara yang sangat mendidik ini laksana setitik jarum kecil ditengah lautan tontonan yang sangat tidak mendidik.

yusuf mansyur, indonesia menghafal

Semakin menarik ketika ustadz Yusuf Mansyur menghadirkan Syekh Ali Jabber, seorang ulama keturunan Arab yang sekarang menetap untuk berdakwah di Indonesia. Ini mungkin juga karena istrinya (Umi Nadia) adalah orang asli Indonesia. Dari kabar yang saya dapatkan, Syekh Ali ini sudah hafal Al Quran umur belasan tahun, subhanallah. Di acara itu Syekh Ali menjadi narasumber utama bagaimana mengucapkan lafadz huruf Al Quran dengan benar (sesuai logat Arab). Dan sejak saat itu juga, saya mulai tertarik dengan keluasan ilmu seorang Syekh Ali Jabber. Jarang-jarang ulama Saudi bisa berbahasa Indonesia, dengan fasih pula.

syekh ali jabber

Gambar diambil dari tausiahsyeikhali.co.cc


Namun entah kenapa acara yang katanya ratingnya sangat tinggi itu berhenti di tengah jalan. Apakah ada konspirasi dibalik ditutupnya acara yang berdampak sangat masif itu? -versi lebay-. Padahal kalau dipikir-pikir kembali, acara ini dampaknya sangat luas. Disiarkan ke seluruh Indonesia, dan ditayangkan pada jam-jam dengan trafik tinggi, yakni di siang hari. Sedikit banyak pasti akan menginspirasi masyarakat Indonesia, ada yang merasa terancamkah?.

Namun saya tidak sedang membahas mengapa acara 'Indonesia Menghafal' dihentikan. Itu kan tentu saja hak prerogatif si pemilik stasiun TV. Suka-suka dia donk, ya kan?. Tiga paragrap di atas saya maksudkan untuk mengenalkan saja siapa sih seorang Syekh Ali. Karena kemarin (Minggu, 11-03-2012), Syekh Ali kembali muncul di TV dalam acara 'Damai Indonesiaku' yang ditayangkan oleh TV One. Dan kata-kata beliau kemarin siang begitu mengena di hati saya, menyihir qolbu.

Kalimat beliau kemarin siang (tidak persis sama sih) tapi kira-kira seperti ini :
Pada saat seorang bayi baru saja lahir, maka tanggung jawab seorang ayah pertama kali adalah menyuarakan adzan di telinga sang bayi. Kemudian si bayi akan tumbuh berkembang dari bayi, kemudian menjadi anak-anak, beranjak remaja kemudian dewasa dan mungkin akhirnya sampai juga di usia senja. Sampai kemudian dia harus menghadapi keniscayaan sebuah kematian. Pada saat meninggal, seorang muslim musti disholatkan. Hikmah yang bisa kita petik dari kejadian ini adalah Allah hendak mengingatkan hambanya bahwa masa manusia hidup di dunia itu sebentar saja, hanya antara adzan dan sholat. Kalau kita sering sholat di Masjid, jarak waktu antara adzan dan sholat itu antara 5 menit atau paling panjang mungkin sampai 15 menit. Yah 5-15 menit, sangat sebentar saja. Begitulah sejatinya rentang waktu hidup kita di dunia.


Senin, 19 Desember 2011

4 Syukur


Seringkali diri ini ingin memiliki apa yang orang lain miliki.
Ketika hati mulai mengingini sesuatu yang tidak dipunyai.
Bahagia tak jua didapati, jadilah syukur jauh dari hati.
Fabiayyi' ala irobbikuma tukadziban

Kadang diri hina ini kurang mensyukuri nikmat mata ini..
Mata yang seringkali tak disadari menjadi bagian penting hidup ini.
Dikala banyak sahabat berdoa khusyuk ingin bisa sekedar melihat dunia ini.
Diri ini sibuk mengingini nikmat lain, sedang nikmat yang ada tak jua disyukuri.
Sekali lagi.. dimanakah rasa syukur ini?
Fabiayyi' ala irobbikuma tukadziban

Ya Rabb, Kau ulang ayat indah ini sebanyak 31 kali dalam firman-Mu
Jangan jadikan diri ini semakin kufur atas segala nikmat yang tak kunjung kusadari.
Fabiayyi' ala irobbikuma tukadziban

#sebuah renungan diri

Sabtu, 10 September 2011

4 Umur

Tak terasa umurku sudah 27 tahun. Umur yang tak bisa dianggap muda tapi juga tidak dianggap sudah tua. Orang bilang ini adalah umur keemasan. Waktu dimana kebanyakan manusia begitu bersemangat dalam bekerja dan berkarya. Untuk ukuran dunia, umur 24-28 adalah puncak semangat bekerja baik fisik maupun mental. Lebih tua sedikit maka kondisi fisik berangsur-angsur akan mulai menurun, sedangkan lebih muda sedikit maka waktunya masih digunakan untuk belajar. Tapi untuk ukuran akhirat setiap umur nanti akan dipertanggungjawabkan untuk apa digunakan.

Dalam sebuah hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
”Tidaklah bergeser kedua kaki seorang hamba (menuju batas shiratul mustaqim) sehingga ia ditanya tentang umurnya, untuk apa ia habiskan, ilmunya untuk apa ia amalkan, hartanya darimana ia peroleh dan kemana ia habiskan, dan badannya untuk apa ia gunakan.” (HR Tirmidzi dan Ad-Darimi).
Suatu ketika saya membaca sebuah artikel yang memuat seorang tokoh panutan negeri ini (seorang perempuan) yang sedang berkunjung ke negeri Palestina yang saat ini masih terjajah. Ketika di Palestina ibu ini bertemu dengan beberapa perempuan Palestina. Di tengah perbincangan ibu ini ditanya oleh perempuan palestina. Yang kira-kira perbincangannya seperti berikut :

"Berapa jumlah anak anda?"
"Anak saya berjumlah 13", jawab ibu ini.
"Disini dengan jumlah anak segitu masih lumrah, karena wanita Palestina memiliki anak yang banyak", wanita Pelestina itu menambahkan.
"Anda sudah hafal Al Quran?" tanya perempuan Palestina ini kemudian.
"Belum hafal, hanya hafal sekitar 20 juz" , jawab ibu ini dengan rasa malu mendalam.
"Apa pekerjaan anda sehingga dengan umur segini masih belum hafal Al Quran?" tanya wanita Palestina itu dengan heran.

Subhanallah.. sudah hafal 20 juz dan banyak hafalan hadist, masih sangat mengherankan bagi wanita palestina itu. Di Indonesia jangankan hafalan Alquran, membacanya saja masih jarang. Tak heran jika zionis Israel tak bisa mengalahkan dalam peperangan 'Al Furqon' Januari 2009 kemarin. Yang sedikit dan beriman akan mengalahkan yang banyak tapi kafir.

Berbicara mengenai umur, hati ini selalu bergetar. Untuk apa saja umur ini digunakan?? berapa hafalan Al Quran saya??
huufh....sungguh sangat menyedihkan...

Senin, 18 April 2011

3 Nasihat Kawan

Assalaamu'alaykum warahmatullahi wabarakaatuh,


Suatu ketika ada seorang sahabat fillah saya dari Surabaya yang kebetulan hendak berkunjung ke Bandung dengan keperluan tertentu. Karena dia tidak cukup tahu dengan daerah yang akan dia kunjungi, terkirimlah pesan singkat kepada saya menanyakan lokasi itu. Sejenak kemudian hape saya berdering tanda pesan singkat tadi baru saja masuk. Setelah mengamati beberapa deretan kalimat dalam pesan singkatnya.. Alhamdulillah ternyata lokasi yang dimaksud masih masuk ke dalam range pengetahuan saya. “InsyaAllah saya akan ke Bandung dalam beberapa hari kedepan” begitulah kira-kira tambahan penjelasan sahabat saya itu dalam deretan pesan singkatnya yang terpampang dalam layar kecil hape saya. “Oke baiklah nanti kalau sudah sampai di Bandung hubungi saya lagi ya, insyaallah akan saya sempatkan untuk bersilaturahim”.



Seperti yang sudah dijanjikan sebelumnya, beberapa hari kemudian sahabat saya itu mengirimkan informasi bahwa dia sudah berada di Bandung. Sudah lama memang saya tidak bertemu dengan dia. Tercatat kira-kira saya sudah 2 tahun lebih tidak bertemu dengan dia. Seperti apa yang dia sekarang?. Hemm.. imajinasi saya pun beraksi liar. Ah mungkin dia sekarang sudah lebih rapi. “Rapi”??. Apa memang dia sebelumnya tidak rapi?. Eit..tunggu dulu. Bukan.. bukan itu maksud saya. Jadi ceritanya terakhir bertemu, saya dan dia masih kuliah ataupun setelah lulus juga masih dalam masa tunggu untuk bekerja atau mungkin bahkan ada rencana akan melanjutkan pendidikan. Tapi sekarang dia sudah bekerja di sebuah institusi yang sangat bonafit. Secara penampilan pasti dia sudah berubah. Sudah terbiasa memakai jas dan dasi. Mungkin., begitulah pikirku.

Ba'da sholat isya setelah pulang dari kantor, saya menyempatkan diri untuk berkunjung di tempatnya menginap. Pertama kali bertemu segera kujabat tangannya erat dan Hei..lihatlah subhanallah...tiada yang berubah. Dengan baju gamis dan peci putih dia menyambutku dipintu gerbang rumah tempat dia menginap. Dia masih sangat sederhana, sama seperti dulu. Malah dia yang pertama bilang “Antum berubah akh, wajah antum tambah putih..”. He he...bisa saja.

Cukup lama saya berbincang-bincang dengan dia. Membincang tentang pekerjaan, keluarga, dan pasti mengenang dan menertawakan kejadian masa lalu sewaktu masa-masa 'perjuangan' yang sulit itu kita lalui bersama. “Gimana kabar istri?”, dia mulai mengarah ke masalah yang sedikit serius setelah beberapa saat lalu yang ada cuma bercanda saja. “Alhamdulillah..istri bi khoir”. “Pasti berat banget yah kondisi masih berjauhan seperti ini?”. Saya tidak menjawab dan hanya tersenyum saja. Pada akhirnya dia pun diam juga.. ikut tersenyum, sepertinya mengerti jawaban dari raut wajah saya.

Bandung sini sangat berbeda yah dengan Surabaya!?”, sambung dia.
Berbeda bagaimana mas? Yah jelas berbeda disini kan lebih dingin”, jawab saya penasaran.
Bukan.. bukan itu.. lah antum tidak melihat??”.
Hemmm..”, saya pun masih bingung dengan arah pembicaraannya. Meski tidak terlalu aneh sih karena memang sudah menjadi kebiasaannya membincang sesuatu yang tidak pernah 'to the point'.

Kalau malam tidak pernah keluar ya akh?”, tanya dia kemudian.
Ya pernah lah, kan kalau pulang kerja sering setelah waktu isya begini”.

Ya sudah.. yang penting hati-hati saja ya!, selalu ingat istri di rumah he he..”, sambil tersenyum simpul akhirnya malah dia yang mengakhiri perbincangan masalah ini.

Hemm.. dengan menerka-nerka arah akhir perbincangan ini saya pun sambil tersenyum juga dan menjawab : “Iya mas insyaallah, jazakallah khoir”.

Memang tidak bisa dipungkiri secara keadaan dan suasana, di Surabaya jauh lebih 'kondusif' daripada di Bandung. Tapi bukan berarti kita terus menjadi paranoid dengan lingkungan baru yang tidak sesuai dengan keinginan kita. Ketika datang suatu cobaan yang besar, kemudian kita mampu untuk menjaga diri dari hal-hal yang negatif, saya yakin insyaAllah akan disediakan pahala yang lebih besar oleh Allah karenanya. Kuncinya adalah godhul bashar (menjaga pandangan), menjaga diri dan hati, ..bismillah #introspeksi diri

# Ditulis di Bandung, 17 April 2011. Sebuah nasihat dari seorang kawan dengan sedikit digubah sana sini, tapi masih mencoba mempertahankan inti cerita.

Wassalaamu'alaykum warahmatullahi wabarakaatuh,

Rabu, 16 Februari 2011

2 Menahan Marah


Saya teringat bagaimana saya seringkali tersulut emosi jika ada orang-orang yang berada di sekitar saya melakukan kesalahan atau mungkin dengan sengaja menghina dan mengejek saya secara pribadi. Marah, seringkali tidak bisa saya kontrol dengan baik. Ego, sombong dan harga diri seringkali menjadi tumbal alasan untuk membiarkan diri ini terkungkung dan dikuasai sepenuhnya oleh keadaan marah tersebut. Bahkan seringkali saya merasa 'menang dan puas' jika sudah melampiaskan kemarahan saya itu kepada orang lain. Sebenarnya sikap marah ini akan timbul karena kita sudah berinteraksi dengan orang lain. Berinteraksi dengan orang-orang yang berada dekat di sisi kita, namanya bergaul ada saja kejadian yang seringkali memicu sikap marah. Saya masih ingat bagaimana saya seringkali bertengkar dengan kakak perempuan saya. Namanya kakak perempuan seringkali mengatur saya ini itu sok dewasa dan akhirnya tak jarang membuat saya jengkel dan akhirnya marah. Tapi begitulah hidup bersaudara, marah dan sayang akan selalu ada dalam setiap aktifitas pergaulan. Jika kita tidak pernah merasa marah kepada orang lain, berarti kita belum dekat dengan orang tersebut. Meskipun begitu, marah yang tidak pada porsinya dan berlebihan tetaplah sesuatu yang negatif, dan harus kita kontrol.


Saya mencoba membuat tulisan tentang 'marah' ini sebagai introspeksi dan tanggung jawab moral diri saya supaya nanti di masa yang akan datang dapat menahan 'marah berlebihan' dengan melihat kembali tulisan saya ini. Pernah suatu ketika salah seorang teman berbuat salah kepada saya (atau lebih tepatnya salah paham), saking marahnya kepada teman saya itu (karena sudah menjelekkan dan merendahkan martabat saya) akhirnya saya marah kepadanya cukup lama berhari-hari. Padahal ketika itu saya juga sangat paham bahwa marah itu datangnya dari syetan dan akan menutup semua akal dan pikiran saya pada akhirnya juga akan menimbulkan perkara-perkara yang tidak diridhoi oleh Allah ta'ala.



Sikap marah adalah manusiawi, tapi kita juga harus bisa membedakan mana marah yang menutup akal pikiran kita dan mana marah yang masih bisa kita kontrol, mana marah karena harga diri ini ternodai dan mana marah karena melihat dan mendengar sesuatu yang dibenci oleh Allah. Apabila kita telah mengetahui dan meyakini keutamaan mengendalikan marah, maka akan muncul keinginan untuk meraih pahala yang disedikan oleh Allah SWT. Pernah dikisahkan seorang sahabat Rosulullah yaitu Umar bin Khattab ra yang diceritakan oleh Malik bin Aus bin Hassan. Malik menceritakan bahwa Umar ra pernah marah kepada seorang laki-laki dan memerintahkan agar lelaki itu dipukul, kemudian ia (Malik) membacakan kepadanya surat A'raaf:199, “Jadilah engkau pemaaf, dan suruhlah orang berbuat yang ma'ruf dan berpalinglah dari orang-orang yang bodoh”. Kemudian Umar ra terdiam lalu memaafkan laki-laki itu dan tidak jadi melampiaskan kemarahannya.

Rosulullah sudah mengingatkan dari sifat marah yang tidak pada tempatnya, sebagaimana beliau bersabda kepada seseorang sahabat yang meminta nasehat : “Janganlah kamu marah”, dan beliau mengulanginya sampai beberapa kali “Janganlah kamu marah” (HR. Bukhari).

Langkah-langkah menghindari marah :
1. Hindari marah dalam keadaan berdiri, upayakan untuk duduk. Jika gejolak marah masih besar hendaknya berbaring, lebih baik lagi jika mendekatkan muka ke tanah bersujud ke hadirat Allah SWT. Abu Hurairah menjelaskan apabila Rosulullah SAW marah dalam keadaan berdiri maka beliau duduk, apabila marahnya dalam keadaan duduk maka beliau berbaring dan marahnya pun menjadi hilang. Rosulullah SAW bersabda :

Jika kamu marah dalam keadaan berdiri hendaklah duduk, jika kamu dalam keadaan duduk maka bersandar, jika kamu dalam keadaan bersandar maka berbaring”


Rosulullah SAW juga bersabda :
Ketahuilah sesungguhnya marah adalah bara dalam hati manusia anak adam, tidaklah kau ketahui matanya merah dan membengkak dan apabila dalam keadaan tersebut hendaknya menempelkan pipinya ke tanah, sujud meletakkan dahi ke tanah hal ini mengisyaratkan ketawadhu'an.

2. Dianjurkan berwudhu
Apabila diantara kalian marah hendaklah berwudhu dengan air karena marah dari api” (HR. Abu Dawud)

3. Mengingat dan mengagungkan Allah SWT
Di dalam hadist yang shahih Rosulullah juga bersabda :
Bukanlah dikatakan seseorang yang kuat itu dengan bergulat, akan tetapi orang yang kuat dalam menahan dirinya dari marah”.(HR. Bukhari dan Muslim)

Tapi pertanyaan selanjutnya adalah apakah kita tidak boleh marah?
Rosulullah SAW tidak pernah marah jika celaan hanya tertuju pada pribadinya dan beliau sangat marah ketika melihat dan mendengar sesuatu yang dibenci oleh Allah, maka beliau tidak diam, beliau marah dan berbicara. Ketika Nabi SAW melihat kelambu rumah Aisyah ada gambar makhluk hidupnya (yaitu gambar kuda bersayap) maka merah wajah Beliau dan bersabda : “Sesungguhnya orang yang paling keras siksaannya pada kiamat adalah orang yang membuat gambar seperti gambar ini.” (HR. Bukhari Muslim)

Tapi meski begitu orang yang tidak pernah marah juga sebenarnya kurang bagus juga, karena menandakan dia itu lemah dari melatih diri. Syeikh Imam al-Ghazali, dalam kitab Ihya' Ulumuddin mengatakan , “Barangsiapa tidak marah, maka ia lemah dari melatih diri. Yang baik adalah, mereka yang marah namun bisa menahan dirinya” 
Wallahualam.

*referensi dari berbagai sumber.

Selasa, 07 September 2010

1 Setiap Perkataan Ada Pertanggungjawaban, Bagaimana Etika Menjaga Perasaan Sesama Muslim

Islam adalah agama yang syumuliah yang menjadi pedoman bagi umat muslim dari segala aspek kehidupan, termasuk didalamnya masalah pergaulan/muamalah. Di dalam kehidupan bermasyarakat kita tidak bisa mengurung diri untuk tidak bergaul karena tabiat manusia adalah makhluk sosial, tidak bisa hidup sendiri dan saling membutuhkan. Karena kebutuhan untuk interaksi inilah maka islam juga telah memberikan kaidah kaidah atau petunjuk untuk dijadikan pedoman bagi muslim agar terhindar dari jilatan api neraka. Sering kali ketika kita berinteraksi dengan orang lain tidak lepas dari kesalahan yang membuat orang lain menjadi sakit hati, kerana memang manusia bukannya malaikat yang tidak bisa lepas dari kekhilafan. Kesalahan kepada Allah bisa dimaafkan insyaAllah ketika kita sudah bertaubat dengan sebenar benar taubat (taubatan nashuha), tapi kesalahan secara muamalah tidak akan bisa dihapus selain meminta maaf kepada orang lain yang bersangkutan yang kita sakiti, atau nanti akan dipertanggungjawabkan di sidang akherat kelak yang sempurna adilnya.

Seringkali mulut kita begitu pedas sehingga bisa menyakiti orang lain, seringkali kita memanggil saudara kita sesama muslim dengan sebutan yang mungkin bisa menyakiti orang yang dipanggil misalnya : gareng, gendut, gundul...dsb. Dan misal parahnya yang dipanggil itu tidak memberikan tanda tanda dia tidak suka dipanggil dengan panggilan tersebut, sehingga kita menganggapnya biasa dan terus menjadi sebuah kebiasaan dan jikalau ketemu langsung bicaranya "ndul, piye kabare??" (padahal namanya bukan gundul..^_^).

Pertanyaan selanjutnya adalah apakah kita sudah mengetahui isi hatinya??, apakah kita sudah membelah dadanya kemudian melihat bahwa hati temen kita 'ridho/rela' jika dipanggil seperti itu? apa kita tidak membayangkan bagaimana orang tua-nya bersusah payah mencarikan nama yang baik? kemudian kita dengan sangat enteng memanggil-manggil dengan sebutan aneh itu? Apakah kita tahu bagaimana perasaan temen kita itu yang mungkin tidak tampak dari luar?

Dan anehnya... inilah penyakit jaman sekarang, seringkali kita berdalih itu hanya sebagai gurauan atau lucu-lucuan...naudzubillah apakah Rosulullah mencontohkan sikap tersebut? apakah pernah Rosulullah memanggil sesuatu yang jelek kepada pada para sahabat?

Mungkin kita juga pernah melakukan hal hal seperti itu, pun juga dengan penulis. Semoga ini menjadikan kita (termasuk penulis pribadi) sadar bahwa perbuatan tersebut dilarang oleh Rosulullah sebagaimana dikisahkan berikut :

Dari Abu Hurairah ra, bahwa Rosulullah SAW bersabda "Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaknya ia berkata yang baik atau diam, barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaknya dia menghormati tetangganya, barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya ia menghormati tamunya. (HR Bukhari dan Muslim).

Dari hadist ini kita disuruh untuk selalu berkata yang baik dan menghormati saudara, tetangga dan tamu. Kalaupun karakter jelek itu sudah terlanjur melekat pada diri kita, atau istilahnya karakter turunan dan sulit untuk merubah, maka lebih baik diam daripada lidah ini setiap berkata bakal menyakiti perasaan orang lain. Kalau memang ini masalah karakter bawaan pun kita harus introspeksi/muhasabah pada diri sendiri apakah kita sudah mentadaburi AlQuran, karena AlQuran diturunkan untuk mengubah karakter manusia.

Masalah menjaga perasaan ini Rosulullah SAW menjadikan itu sebagai salah satu prasyarat muslim sejati. Rasulullah SAW mengatakan bahwa yang disebut muslim adalah orang yang mulut dan tangannya membuat orang lain merasa damai. Kata katanya tidak menyakiti dan perilakunya tidak melukai. Dua dua nya menjadi satu kesatuan untuk membentuk karakter muslim sejati. Kata kata bijak sesorang akan menjadi omong kosong jika perilakunya meresahkan. dan perilaku mulia akan sia sia jika kata katanya menyakitkan.

Sebab itulah Allah mengingatkan "Hai orang orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan pahala sedekahmu dengan menyebut nyebut dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian." (QS Al-Baqarah [2] : 264).

Karena itu, muslim sejati adalah orang yang selalu membawa rasa aman dengan apapun yang ada pada dirinya dan bagi siapapun yang ada disekelilingnya. Abu Qasim al-Qusyairi dalam kitabnya al-Risalah al-Qusyairiyah, menulis kisah menarik tentang etika.

Suatu ketika, seorang ulama terkenal bernama Hatim didatangi seseorang perempuan yang hendak berkonsultasi tentang suatu hal. Bebarengan dengan saat bertanya, perempuan itu kelepasan (maaf) kentut. Halim lalu berkata "Maaf, anda bertanya apa? mohon, angkat sedikit suara anda agar saya mendengarnya dengan baik". Perempuan itu berpikir Hatim ini sepertinya memiliki pendengaran yang kurang baik dan pasti tidak mendengar kentut barusan. Maka ia pun menyampaikan maksudnya. Selesai urusan, perempuan itu pun pulang dengan perasaan lega dan barangkali tidak malu pada dirinya sendiri dan kepada Hatim, sebab telah kelepasan kentut pada seorang ulama. Sejak peristiwa itu tersebar kabar bahwa Hatim adalah orang yang pendengaran kurang baik. Dan bukan kabar angin, orang orang pun mengetahui sendiri bahwa Hatim memanglah demikian. Lalu orang orang menjuluki Hatim dengan al-asham atau si Tuli.

Sampai kemudian perempuan itu meninggal dunia. Hatim kemudian menceritakan keadaan dirinya bahwasannya dirinya tidak benar benar tuli. Apa yang ia lakukan hanyalah kepura-puraan dan ia berjanji kepura puraan itu akan dia jaga selama si perempuan itu masih hidup, semata mata untuk menjaga si perempuan agar tidak malu. Hatim ini menjaga harga diri dan perasaan si perempuan tadi. Meski demikian sebutan al_asham terlanjur melekat pada diri Hatim dan dalam karya karya klasik selalu ditulis Hatim al-asham atau Hatim si tuli.

Subhanallah bagaimana seorang Ulama rela dijuluki si tuli hanya karena ingin menjaga perasaan si perempuan tadi. bagaimana dengan kita?? sudahkah kita menjaga perasaan orang lain terlebih sesama muslim??

Berikut kiat-kiat berinteraksi dengan sesama muslim supaya kita terhindar dari sikap2 yang menyakiti perasaan orang lain yang sudah diajarkan oleh suri tauladan kita, Rosulullah SAW
1. Memperlakukan orang lain sebagaimana kita menyukai hal tersebut dipelakukan pada diri kita.
Nabi shallallahu'alaihi wasallam bersabda "Barangsiapa yang ingin dijauhkan dari api neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka ketika maut datang menjemputnya hendaklah dia dalam keadaan beriman kepada Allah dan hari akhir, memperlakukan orang lain sebagaimana pula dirinya ingin diperlakukan demikian" (HR Muslim dan Nasa'I).
2. Berkata yang baik atau diam
(sudah dijelaskan di awal)
3. Bermuka manis ketika bertemu
Nabi shallallahu'alaihi wasallam bersabda "janganlah sekali kali engkau meremehkan kebaikan sekecil apapun, meski hanya dengan bermuka manis ketika bertemu dengan saudaramu" (HR Muslim, Ahmad dan Ibnu Hibban).
4. Menebarkan salam.
5. berteman dengan orang yang shalih

mungkin kita perlu mencermati Hadist berikut untuk meyakinkan diri kita agar selalu menjaga diri dari sikap mengejek, merendahkan, meremehkan, karena merasa kita lebih dari orang lain (lebih berilmu, lebih kaya, lebih terhormat, lebih cakep, lebih cantik... naudzubillah).

Rasulullah SAW, telah menjelaskan tentang bahayanya sifat sombong dan angkuh, sebagaimana diriwayatkan dari Abdullah Bin Mas'ud r.a., dari Nabi s.a.w , beliau bersabda,

"Tidak masuk syurga sesiapa yang ada di dalam hatinya sedikit sifat sombong”, kemudian seseorang berkata: "(Ya Rasulullah) sesungguhnya seseorang itu suka pakaiannya bagus dan kasutnya bagus", Beliau bersabda: "Sesunguhnya Allah itu indah dan Dia menyukai keindahan, (dan yang dimaksud dengan) kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan merendah-rendahkan orang lain"
(HR. Muslim)

Pun ini juga tidak terkecuali diidap oleh saudara kita aktifis yang ngerti agama, misalnya merasa berilmu kemudian sering kali bicaranya selangit langit atau aktifitasnya yang banyak untuk kepentingan dakwah islam, tapi mulutnya tidak pandai menjaga perasaan orang lain ketika berinteraksi, hemmm sangat ironi bukannn..,

Semoga dengan menghindari sifat2 jelek diatas akan tercipta suasana saling harga menghargai, hormat menghormati, dan saling mencintai sesama muslim.

Dari Abu Hamzah Anas bin Malik ra, pelayan Rasulullah SAW, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Seseorang diantara kalian tidak (dikatakan) beriman sehingga dia mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri. (HR Bukhari dan Muslim)


Wa Allahu a'lam

disadur dari berbagai sumber.

*sebuah muhasabah dan renungan buat diri penulis khususnya dan umumnya untuk rekan2 semua.

Selasa, 31 Agustus 2010

2 Menyesal sekali saya tak membeli beras itu

Tadi pagi jam 08.40 ketika saya lagi menjemput teman saya untuk pergi ke kantor, tiba tiba dari belakang datang seorang lelaki setengah baya mendatangiku.

"mas maaf mengganggu sebentar, boleh minta tolong ga?", kata lelaki itu.
"minta tolong apa ya mas", jawabku dengan agak curiga.
"ini saya mau jual beras 5 kg, buat biaya berobat anak saya, anak saya lagi sakit", tambah laki2 itu sambil memelas.

kemudian saya berpikir sejenak, kemudian teringat cerita teman saya yang juga mengalami hal yang mirip ketika itu di angkot ada ibu ibu yang meminta bantuan, selengkapnya disini

"harganya berapa mas berasnya ???" tanyaku kemudian.
"45 ribu saja mas" jawab lelaki itu.
"waduh 45 ribu ya?? uangku kayaknya kagak cukup" gumamku kemudian.

sejenak kuberpikir wah wah ini bandung men ...bukan magetan!!! penipuan kecil mah biasa dikota besar. Kemudian entah kenapa ada rasa suudzon dihati (jangan jangan alasannya anaknya sakit hanya dibuat buat weleh weleh), akhirnya ku berpikir tidak perlu membeli beras itu (karena memang persediaan beras dirumah memang masih cukup banyak, dan pikirku lagi kenapa ga dijual di toko saja kan lebih mudah, kenapa dijualnya pada sosok yang lagi mengendarai sepeda motor lagi memakai helm standart seperti aku). Dan lagi ketika itu suasana lagi 'gopoh' karena harus segera pergi ke kantor 20 menit lagi klo tidak mau terlambat. Meski begitu ada juga rasa iba di hatiku untuk sedikit memberi bantuan, aku mau ngasih 10 atau 15 ribu aja kalau ada dan tak perlu membeli beras itu.

"wah untuk beli beras sebanyak itu aku tidak bisa mas, dan lagian saya harus cepat ke kantor klo ndak ntar terlambat, cuma coba saya lihat dompet dulu mungkin ada 'sedikit' bisa membantu" kata saya kemudian.

kemudian aku buka dompet ada selembar 50 ribu dan selembar 2 ribu akhirnya dengan agak bingung juga dan spontan saya jawab.

"wah tidak ada mas, adanya 2 rb", maksud perkataan ini adalah tidak ada uang 10 rb atau 15 rb untuk bisa aku kasih dia, Entah kenapa hanya saya jawab itu aja dan tidak mengatakan memiliki uang 50 rb juga. Aku pikir jika aku mengatakan ada uang 50 rb juga maka lelaki itu pasti akan tetap mendesak saya supaya membeli berasnya. Dan juga pikirku 'ga punya atau punya' uang di dompet saya sendiri kan juga hak saya ngasih tahu atau tidak. Karena memang uangku ya tinggal itu, klo dihabiskan belum juga gajian masih harus nunggu tanggal 1 besok, nanti berbuka dan sahur makan apa juga (pikirku saat itu sekenanya).

Saya jadi teringat isi ceramah khotbah jumat kemarin dimana kita umat muslim akhir akhir ini manjalani kegiatan sehari-hari selalu diawali dengan suudzon, lihat pengemis.. suudzon, lihat temen tiba2 kaya.. suudzon, lihat tetangga tiba2 beli mobil ..suudzon, pokoknya selalu diawali dengan ...suudzon. Padahal Rosulullah SAW selalu memberikan tauladan supaya lebih mengedepankan berkhusnudzon dari pada suudzon.

Dan dalam Qur'an Surat Hujurat
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS.Al Hujurat [49] ayat 12)

Entah kenapa setelah kejadian itu ketika dijalan saya begitu memikirkan hal ini dan menyesal sekali tidak membeli beras itu. Pikirku kemudian ya udah klopun uangnya abis nanti utang sama temen di kantor kan bisa. Ingin sekali saya kembali ke tempat tadi dan mengulang pembicaraan dengan lelaki tadi, jikalau keadaannya tidak lagi 'gopoh' karena dikejar waktu untuk pergi ke kantor mungkin saya akan lebih berpikir jernih ..., kenapa yang terpikir harus membeli semua beras 5 kg itu?? kenapa tidak terpikir olehku untuk membeli misal 2 kg saja...mungkin itu malah bisa membantu...tapi semuanya sudah terlambat, ketika suasana yang sedang terdesak memang kadang hanya rasa enggan yang muncul. Kesempatan besar untuk beramal itu akhirnya saya sia siakan....Ya Allah siapa saya ini,,,?? betapa sombongnya diri ini...??, dengan penyesalan yang sangat, saya hanya bisa berdoa "Ya Rabb ampunilah hambamu yang lemah ini, yang lemah terhadap subhyat syaitan, hambamu yang sombong ini ..!, yang kikir ini ..!, yang bakhil ini..!!, berilah kesempatan umur lagi kepada hambamu ini untuk lebih bisa lebih lemah lembut terhadap saudara sesama muslim, untuk lebih selalu mengedepankan khusnudzon"

Yah semoga ini bisa dijadikan ibroh buat penulis pribadi dan menginspirasi rekan semua akan segala kejadian disekeliling kita yang mungkin sekilas terlihat menipu, tapi sesungguhnya tidak ada satu kejadianpun di dunia ini tanpa sepengetahuan Allah. Yang menggerakkan lelaki pengemis / orang yang minta tolong untuk mendatangi kita tiada lain adalah Allah. Kalaupun memang aslinya orang lain itu menipu, selama niat kita hanya ingin mendapat ridho Allah (Innama A'malu bin Niat) maka tidak ada yang sia sia disisi Allah.

wallahu a'lam bish-shawab. ...

Senin, 25 Januari 2010

0 Kami Tak Pernah Tahu

Beberapa hari ini sangat senang mendengarkan sebuah nasyid dari izzatul islam berjudul Al Aqsha. Entalah, liriknya sangat menyentuh rasa keimanan. Menggetarkan hati dan semangat untuk bangkit. Menyelamatkan saudara muslim kita yang berada di Palestina. Namun kini setetes darahpun belum keluar untuk saudara kita di Palestina. Semoga lirik lagu berikut mampu menggugah :

Kami tak pernah tahu oh Al Aqso..
Berapa banyak darah harus tertumpah
Untuk membebaskanmu Al Aqso..
yang kami tahu hanyalah belum setetes-pun darah
yang kami tahu hanyalah..belum setetes-pun darah
yang telah kami persembahkan untukmu

kami tak pernah tahu oh Al Aqso
berapa banyak darah harus tertumpah
untuk membebaskanmu Al Aqso
yang kami tahu hanyalah belum setetes-pun darah
yang kami tahu hanyalah belum setetes-pun darah
yang telah kami persembahkan untukmu

kami tak pernah tahu oh Al Aqso
berapa raga mesti meregang nyawa
agar engkau tak lagi dihina
yang kami tahu hanyalah belum setapak pun langkah
yang kami tahu hanyalah belum setapak pun langkah
dan kami pun belum beranjak dari sini


kami tak pernah tahu akankah ia menyerahkan amanah ini
dengan segala keterbatasan
kami tak pernah tahu akankah ia menyerahkan amanah ini
dengan segala keterbatasan
yang kami yakin adalah kuatkan tekad bersihkan hati
terus berbuat sejauh jangkauan tangan

kami tak pernah tahu oh Al Aqso
bilakah Allah kan mempercayakan tugas mulia ini agar kami
tergabung di dalam barisan syuhada
yang kami tahu hanyalah haruslah tetap menanti
dengan senandung rindu dan air mata

-izis-

Sabtu, 13 September 2008

1 Wajah Cerminan Hati

Di dalam kehidupan kita sehari-hari, seringkali kita bertemu dengan seseorang yang berwajah teduh. Setiap kali kita memandang wajahnya, tiba-tiba saja hati ini menjadi lebih tentram. Ada semacam aura yang entah apa itu namanya, memancar dari tubuh orang itu lalu masuk ke dalam hati kita. Rasanya sungguh teduh. Yah, wajah adalah cerminan dari hati. Hati yang bersih akan meradiasi keindahan sinar di wajah.

Wajah cerminan hati
Ilustrasi cermin hati

Orang yang berhati lembut biasanya adalah orang-orang yang memiliki wajah yang senantiasa berseri-seri. Tak jarang juga tersungging senyum. Sebab, sungguh keadaan hati itu tercermin dari wajah.

Perumpamaan antara wajah dan hati adalah seperti sebuah dahan dengan bayangannya sendiri. Bayangan tidak akan mungkin berbeda dengan bentuk aslinya. Bahkan kemanapun dahan bergerak, bayangannya akan selalu mengikuti. Begitulah perumpamaan wajah terhadap hati. Semua yang disembunyikan oleh hati akan tampak di wajah. Orang-orang yang memiliki bashiroh, mampu menebak isi hati seseorang hanya dengan melihat wajahnya.

Ucapan paling mendalam yang pernah kudengar sehubungan dengan ini adalah ucapan Syu'bah bin Hajjaj rahimahullah,

"Jika aku melihat punggung seseorang aku pasti mengetahui apa yang terdapat dalam hatinya."

"Bagaimana jika kamu melihat wajahnya?" tanya seseorang.

"Wajah adalah lembaran yang dapat dibaca. Jika hatinya keras, wajahnya tampak keras dan muram, hampir tidak pernah tersungging senyum. Jika hatinya lembut, ia akan bersikap ramah kepada teman-temannya, rindu kepada kampung halaman (yakni akherat) dan menyesali seluruh umur yang telah disia-siakannya. Sebagaimana tadi dikatakan, bahwa jika kamu ingin mengetahui kesetiaan dari seseorang, maka perhatikanlah bagaimana kerinduannya kepada kampung halamannya yang abadi, kesedihannya ketika mengingat teman-temannya yang telah meninggal dan penyesalannya atas umur yang telah dilewatkannya," jawabnya.

 

Inspirasi Coffee Copyright © 2011 - |- Template created by O Pregador - |- Powered by Blogger Templates