Tidak semua buku yang saya baca, selalu saya kupas di dalam blog coffee. Hanya diantara mereka yang saya anggap cukup menarik saja, tidak semuanya. Buku yang sekarang ini berada di genggaman saya, terinspirasi oleh sebuah kisah nyata yang sangat mengharukan tentang janji masa depan seorang anak dalam keterbatasannya. Keterbatasan yang hampir merenggut segalanya, merenggut kebahagiaan, merenggut janji masa depan yang lebih baik. Engkau tahulah kawan, setiap kanak-kanak pastilah memiliki harapan dan janji masa depan yang gemilang. Apakah pernah sekali kita membayangkan jika janji-janji itu tidak akan pernah bisa terakses karena terhalang oleh tembok penghalang yang bernama keterbatasan?
Adalah Melati, gadis kecil berumur empat tahun yang tidak bisa melihat (buta), tidak bisa mendengar (tuli), dan secara otomatis tidak bisa berbicara juga (bisu), karena dia tak memiliki pengetahuan sedikitpun tentang kata-kata (jelas sekali dia tak punya akses mendengar). Kali ini, Tere Liye kembali berhasil membombardir perasaan pembaca dengan kisah Melati yang menyedihkan sekaligus mengharukan. Melati, gadis nan cantik dengan biji mata buah leci yang sejak kecil tak punya akses pengetahuan apapun, laksana berada dalam sebuah dunia gelap yang hanya dia sendiri penghuninya. Sungguh gelap, kosong, sunyi dan sendiri. Tak ada seorangpun yang bisa diajak bermain apalagi berbagi.
Maka tak heran dalam kehidupan nyatanya, Melati jelas tak punya akses pengetahuan bagaimana cara makan yang baik. Apa itu piring, sendok, bahkan bunda, ayah?. Sungguh, Melati tidak tahu akan hal itu semua. Maka yang kita lihat dalam keseharian melati adalah segala kekeributan yang ditimbulkannya sekaligus pada saat yang sama terpampang jelas kisah menyedihkan yang menyesakkan dada. Keributan sehari-hari karena piring nasi yang ada di hadapannya seringkali dilempar begitu saja, pyarrr pecah kemana-mana. Dia tidak tahu kalau piring itu tidak untuk dilempar. Kemudian bagaimana Melati seringkali makan tanpa menggunakan sendok dengan langsung memasukkan mulutnya ke dalam sup jagung. Jelas sekali dia tak punya pengetahuan bagaimana cara makan yang baik. Seluruh syaraf responsifnya tak berfungsi. Dia tak punya sedikitpun akses ke dunia luar.
Hingga akhirnya Karang (tokoh utama dalam novel ini) membantu Melati untuk mampu keluar dari zona kegelapan dirinya. Membantu Melati menghancurkan tembok penghalang akses pengetahuan ke dunia luar. Jelas Karang tak akan mampu membuat Melati sembuh dari matanya yang buta, begitu juga dengan telinganya yang tuli. Tapi Karang akan berhasil membuat Melati mengenal dunia luar meskipun tanpa mata dan tanpa telinga. Tapi bagaimana caranya? Nah... kalau saya beri tahu caranya disini akan menjadi tidak seru dong...! Baca sendiri di novelnya yah! :)
Dalam novel ini, kita dipaksa belajar mencintai anak-anak bagaimanapun kondisinya. Belajar mengerti bagaimana dunia anak-anak. Dunia yang penuh dengan buncah harapan. Karena satu hal yang terpenting dalam dunia kanak-kanak adalah janji masa depan yang lebih baik. Hal itulah yang musti dijaga tetap ada mau bagaimanapun kondisinya. Dalam novel ini, Karang berhasil membantu Melati mendapatkan janji itu. Yah, dengan caranya :).
Adalah Melati, gadis kecil berumur empat tahun yang tidak bisa melihat (buta), tidak bisa mendengar (tuli), dan secara otomatis tidak bisa berbicara juga (bisu), karena dia tak memiliki pengetahuan sedikitpun tentang kata-kata (jelas sekali dia tak punya akses mendengar). Kali ini, Tere Liye kembali berhasil membombardir perasaan pembaca dengan kisah Melati yang menyedihkan sekaligus mengharukan. Melati, gadis nan cantik dengan biji mata buah leci yang sejak kecil tak punya akses pengetahuan apapun, laksana berada dalam sebuah dunia gelap yang hanya dia sendiri penghuninya. Sungguh gelap, kosong, sunyi dan sendiri. Tak ada seorangpun yang bisa diajak bermain apalagi berbagi.
Maka tak heran dalam kehidupan nyatanya, Melati jelas tak punya akses pengetahuan bagaimana cara makan yang baik. Apa itu piring, sendok, bahkan bunda, ayah?. Sungguh, Melati tidak tahu akan hal itu semua. Maka yang kita lihat dalam keseharian melati adalah segala kekeributan yang ditimbulkannya sekaligus pada saat yang sama terpampang jelas kisah menyedihkan yang menyesakkan dada. Keributan sehari-hari karena piring nasi yang ada di hadapannya seringkali dilempar begitu saja, pyarrr pecah kemana-mana. Dia tidak tahu kalau piring itu tidak untuk dilempar. Kemudian bagaimana Melati seringkali makan tanpa menggunakan sendok dengan langsung memasukkan mulutnya ke dalam sup jagung. Jelas sekali dia tak punya pengetahuan bagaimana cara makan yang baik. Seluruh syaraf responsifnya tak berfungsi. Dia tak punya sedikitpun akses ke dunia luar.
Hingga akhirnya Karang (tokoh utama dalam novel ini) membantu Melati untuk mampu keluar dari zona kegelapan dirinya. Membantu Melati menghancurkan tembok penghalang akses pengetahuan ke dunia luar. Jelas Karang tak akan mampu membuat Melati sembuh dari matanya yang buta, begitu juga dengan telinganya yang tuli. Tapi Karang akan berhasil membuat Melati mengenal dunia luar meskipun tanpa mata dan tanpa telinga. Tapi bagaimana caranya? Nah... kalau saya beri tahu caranya disini akan menjadi tidak seru dong...! Baca sendiri di novelnya yah! :)
Dalam novel ini, kita dipaksa belajar mencintai anak-anak bagaimanapun kondisinya. Belajar mengerti bagaimana dunia anak-anak. Dunia yang penuh dengan buncah harapan. Karena satu hal yang terpenting dalam dunia kanak-kanak adalah janji masa depan yang lebih baik. Hal itulah yang musti dijaga tetap ada mau bagaimanapun kondisinya. Dalam novel ini, Karang berhasil membantu Melati mendapatkan janji itu. Yah, dengan caranya :).
Dulu waktu baca novel ini, setiap malam setiap baca pasti nangis ^^ . . . keren sekali
BalasHapusHikmah terbesarnya adalah kesadaran untuk banyak-banyak bersyukur. Dan kuasa Allah swt yang luar biasa . . .
hik hik adek klo baca kisah sedih pasti slalu nangis. Saya agak sulit nangis pas baca novel. biasa aja..:-)
Hapushehe...saya belum selesai baca ini, baru beberapa halaman saja trus saya tinggalkan
BalasHapusmungkin lain kali akan saya tengok lagi
penasaran dengan cara Karang :D
wah seruuu lho mbak!..
Hapustereliye novelnya the best..
BalasHapusnovel novel tere liye emang maknyuss...
Hapusbanyak hikmah yang bisa kita ambil dari novel tere liye. dan semoga menjadikan kita lebih bersyukur atas karunia Allah.
BalasHapusiya bener banget put... dari novel kita banyak belajar hikmah tanpa harus menggurui..
HapusNovel yang ini memang keren banget, novel tereliye yang pertama kali saya baca..setelah ini baru yang lain..semacam alur mundur, klo gak salah novel ini relatif lebih belakangan rilis di bandung hafalan sholat delisa, bidadari surga..
BalasHapusiya novel yang ini relatif sendu... mirip hafalan sholat delisa.. klo aku cewek, mungkin dah nangis berkali-kali he he...
Hapus(tp tetep aja sampe skr belum ada satu novelpun yang bikin aku menangis)
saya udah baca novel ini, yaa...walaupun numpang baca di Gramed, he...
BalasHapusthe story is amazing, dan tentu saja terinspirasi dari novel "the story of my life" nya Hellen Keller.
wah bisa ya mbak numpang baca sampe halaman terakhir gitu? he he..
Hapusyup bener banget, novel ini terinspirasi oleh ceritanya Hellen Keller.
Sudah lama aku ndak mampir ke rumah ini, sudah lama pula aku ndak merawat rumah sendiri, kemana saja aku selama ini ya...hiks2
BalasHapusayoo nur... nulis lagi.
Hapusditunggu loh kisah-kisah menarik dari negeri sakura.. :)