Selamat datang di gubug Inspirasi Coffee. Blog ini dikelola oleh penulis sejak September 2008. Sampai sekarang, api semangat menulis masih menyala terang, menarikan pena melukiskan cerita kehidupan. Hak cipta dilindungi oleh Allah Azza wa Jalla.
Selamat Membaca ^_^

Sabtu, 10 Desember 2011

6 Catatan Si Bolang : Ayam Nyungsep Part 4

Cerita sebelumnya bisa dibaca di bagian part 1 , part 2 dan part 3.

Suara petok-petok sang ayam malang itu seperti sirine ambulans seketika memanggil sang pemilik. Naas bagi kami, pak Midun ternyata ada di rumah. Tak lama kemudian beliau keluar dari rumah lewat pintu belakang.

"Hei,, kenapa si ayam ini?!", pak Midun beberapa saat mencoba membaca situasi. Beliau masih tidak sadar ada empat begundal kecil yang terbirit-birit berlari melarikan diri diatas galengan sawah padi tak jauh dari belakang rumah beliau.

Kami yang sadar total akan kesalahan fatal ini tanpa banyak berpikir tambah gas untuk segera kabuur melarikan diri. Di belakang rumah pak Midun sekitar 100 meter memang terdapat sawah padi yang cukup luas. Sawah padi yang sudah mulai menguning dengan tangkai padi menunduk itu melambai-lambai diterpa angin semilir. Pemandangan sangat indah yang sayang tidak mungkin kami nikmati saat itu. Sawah padi yang luas itu dibuat berkotak-kotak bertujuan selain untuk membedakan siapa pemiliknya juga tentu saja lebih mudah dalam pemeliharaannya. Pada bagian tepi kotak-kotak sawah tersebut terdapat galengan atau tanggul untuk tempat berjalan kaki. Lebar galengan yang tak lebih dari 30 centimeter ini ternyata sangat punya andil menolong kami melarikan diri dari TKP kejahatan ayam pak Midun.

Sambil tergopoh-gopoh lari, panik, sekaligus dengan tawa tertahan, kami berusaha menyembunyikan wajah. Tentu ini supaya pak Midun tidak mengenali siapa kami. Ditambah lagi pak Midun memang berbeda dusun dengan kami. Namun sial yang dialami si Joko (tersangka utama) yang berlari paling belakang.

"Hooi...ojo mlayu, kowe yo sing mbalangi pitikku yo!? (translate : Hooi.., jangan lari, kalian ya yang melempari sesuatu ke ayamku ya!?)", suara pak Midun persis serasa beberapa centimeter dari telinga kami. Kami tidak menolah, malah menambah kecepatan lari.

"Heii... kamu yang paling belakang, anaknya pak Juki ya?", akhirnya pak Midun mengenali salah seorang dari kami. Pak Juki memang orang tua si Joko. Kami terus mengayunkan kaki sebisa mungkin hilang dari penglihatan pak Midun. Kami yang sudah ngosh-ngoshan tiba di dusun langsung mencoba mengendalikan nafas. Beberapa saat kami masih mencoba menterjemahkan situasi. Situasi menjadi gawat darurat. Pak Midun mengenali si Joko, pasti sebentar lagi pak Midun bakal mengadukan ayamnya ke bapaknya Joko --begitulah pikiran kami saat itu--. Sekali lagi ini gawat. Kami yang sudah berada di kawasan dusun, menatap gelisah satu sama lain. Oi..bagaimana jika ayam nyungsep itu tidak tertolong lagi alias mati?. Suasana menjadi mencekam.

Beberapa jam setelah kejadian itu kami semakin gelisah. Seluruh pikiran fokus dengan kejadian fatal tadi siang. Tidak ada yang bisa makan enak atau bahkan berani keluar rumah untuk bermain. Keesokan harinya situasi tidak berbeda. Masih mencekam bagi kami. Kami dalam posisi tiarap.

Entah apa yang terjadi dengan ayam itu, sampai hari ini kamipun tidak tahu. Yang jelas pak Midun berbaik hati tidak melaporkan kejahatan kami kepada orang tua si Joko. Sejak saat itu kami belajar sesuatu yang sangat berharga. Bahwa ketika kita melakukan kesalahan atau perbuatan dosa, maka hati menjadi gelisah dengan perasaan bersalah. Sebuah pelajaran luar biasa untuk kami, anak SD yang masih ingusan.

--Tamat--

**nama pak Juki, pak Midun dan Joko sengaja disamarkan (bukan nama asli).

Related Post



6 komentar:

  1. jama dulu maen tu bisa sampe beda dusun gitu ya.

    critanya seruu dan lucuuu. hahaha

    BalasHapus
  2. Pelajaran yang berharga ya? Hehe.. itu juga karena kondisi ga berjalan sesuai rencana. Andai semua aman2 aja, mungkin ga dapet pelajaran bahwa kenakalan membuat hati gelisah.

    Ceritanya inspiratif mas :)

    BalasHapus
  3. tidak hanya anak kecil saja kok fin, orang dewasa termasuk saya pun jika melakukan kesalahan maka hati saya serba salah... :D. Wah kowe ndek cilik yo mbeling tenan ternyata fin

    BalasHapus
  4. hoho...seru boss!!
    untung pak Midun gak sembelih tuh ayam trus ayam gorengnya dikasih ke si Joko

    *pasti merasa amat sangat bersalah

    BalasHapus
  5. Gak enak makan, gak berani keluar, malam-malam pasti juga terbangun kali ya karena dihantui rasa takut. Hehehe..Cerita kenakalan masa kanak-kanak selalu menarik, seperti membawa kita kembali pada masa lalu

    BalasHapus
  6. @armae : yup bener banget mbak mae,. dulu bahkan kalau sedang main itu sampe beda kecamatan.

    @Zico Alviandri : iya sebuah pelajaran dan teguran tentu saja.

    @Ely Meyer : yup.. sampe sekarang jika mengingat pengalaman itu jadi senyum senyum sendiri.

    @iput : sithik-sithik mbeling yo rapopo put... kan namanya juga anak kecil.. suka hal-hal baru..

    @puchsukahujan : pengennya begitu boss.. udah ga dimarahi malah dikasih lauk makan siang..

    @Evi : ga enak makan, ga enak tidur he he mirip lagu dangdut,,
    bener mbak. menulis cerita ini seakan akan membawa angan-angan saya di masa yang lalu.

    BalasHapus

Terima kasih atas komentarnya ya sobat blogger. Terima kasih juga sudah menggunakan kalimat yang sopan serta tidak mengandung unsur SARA dan pornografi. Komentar yang tidak sesuai, mohon maaf akan dihapus tanpa pemberitahuan sebelumnya.

Btw, tunggu kunjungan saya di blog anda yah.. salam blogger

 

Inspirasi Coffee Copyright © 2011 - |- Template created by O Pregador - |- Powered by Blogger Templates